Tidak Diminati Warga, PSU DPD RI Sumbar 2024 di Padang Pariaman Sepi Pemilih

Tidak Diminati Warga, PSU DPD RI Sumbar 2024 di Padang Pariaman Sepi Pemilih
TPS PSU DPD RI di Sumatera Barat sepi.

KURENAH.COM – Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) anggota DPD RI daerah pemilihan Sumatera Barat di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Padang Pariaman dan Kota Pariaman, Sumbar, Sabtu (13/7/2024), sepi pemilih.

Antusiasme warga jauh menurun dibandingkan saat pemilu pada 14 Februari 2024.

Minimnya kehadiran pemilih setidaknya terlihat di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Padang Pariaman dan Kota Pariaman, Sabtu pagi. Tidak ada antrean pemilih seperti saat pemilu 14 Februari lalu dan petugas TPS bekerja dengan lebih santai.

Rendahnya angka partisipasi dapat diprediksi keinginan masyarakat untuk datang ke TPS tidak sebesar saat mereka menyalurkan hak suaranya pada pemilu lalu.

Ini terlihat minimnya kerja keras dari masing-masing calon DPD RI untuk menyosialisasikan pelaksanaan PSU tersebut, sehingga partisipasi pemilih dalam menyalurkan hak suaranya kembali di TPS menurun di banding pemilu lalu.

Bisa diasumsikan orang yang datang ke TPS hanya pemilih yang merasa harus memilih karena adanya hubungan kedekatan dengan peserta pemilu. Selain itu, tidak semua pemilih mengetahui pelaksanaan PSU DPD RI Dapil Sumbar ini.

Pada pemilu yang terjadwal sebelumnya, partisipasi pemillih tidak pernah melebihi angka 80 persen. Bahkan, 50 persen masyarakat pemilih tidak memahami fungsi DPD RI tersebut. Terkait hal ini, Dapat dipastikan untuk angka partisipasi pemiih pada PSU DPD RI diperkirakan hanya mencapai 40 persen.

Salah satu nara sumber pada saat di wawancara penulis menyebutkan, dari 16 calon anggota DPD RI Provinsi Sumbar tahun 2024, setidaknya 50 persen dapat dipastikan tidak memiliki pekerjaan yang jelas.

Artinya, sebagian masyarakat pemilih dalam PSU DPD RI ini berasumsi bahwa lembaga tersebut belum menyentuh masyarakat dan daerah. Selama ini, bentuk pemberdayaan dan kemajuan yang diberikan oleh anggota DPD RI terhadap masyarakat dan daerah belum dirasakan.

Baca Juga  Wujudkan Indonesia Sehat dan Cerdas, Gubernur Luncurkan Nagari Generasi Emas

Mengutip dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum (Pemilu).

DPD adalah sebuah lembaga perwakilan seperti halnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mewakili masyarakat pada wilayah tertentu. DPD merupakan alternatif baru bagi bentuk “utusan daerah” di MPR, yang lebih merepresentasikan kepentingan daerah.

Bila pada MPR sistem yang lama anggota utusan daerah merupakan hasil pemilihan eksklusif anggota DPRD Provinsi, maka anggota DPD dipilih melalui Pemilihan umum (pemilu) melalui sistem distrik berwakil banyak. Dalam sisitem ini, masyarakat langsung memilih nama kandidat, yang memang disyaratkan untuk independen (bukan pengurus Partai Politik).

Sejak kelahiran DPD, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi sistem bikameral. Namun, dalam perjalanannya, sangat dirasakan bahwa fungsi dan wewenang sebagaimana tercantum dalam pasal 22 D UUD 1945 setelah amandemen sulit mewujudkan maksud dan tujuan pembentukan DPD.

Demikian juga sulit bagi anggota DPD untuk mempertanggungjawabkan secara moral dan politik kepada pemilih dan daerah pemilihannya.

Pasal 22 D tersebut juga tidak dapat mencerminkan prinsip checks and balances antara dua lembaga perwakilan (legislatif). Padahal, DPD sebagai lembaga negara memiliki legitimasi yang sangat kuat karena anggotanya dipilih secara langsung oleh rakyat.

Fungsi legislatif yang dimiliki DPD masih terbatas yaitu mengajukan dan membahas rancangan undang-undang tertentu saja dan itupun tidak ikut dalam pengambilan keputusan. Demikian juga dalam fungsi penganggaran, dan fungsi pengawasan.

Baca Juga  Tertinggal Lagi, Pembangunan Tol Sicincin-Bukittinggi Tidak Dibahas dalam Dengar Pendapat DPR RI

Namun, bukan berarti dengan adanya keterbatasannya selama ini DPD tidak berbuat apa-apa. Banyak hal yang telah dilakukan oleh DPD sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.

Salah satu contoh adalah telah banyak mengajukan rancangan undang-undang (RUU), namun tidak memperoleh respon yang memadai dari DPR dan hanya dimasukkan ke dalam daftar tunggu di program legislasi nasionl (Prolegnas).

Apa yang disebutkan dalam pasal 22D UUD 1945 di atas menunjukkan bahwa fungsi dan kewenangan DPD sangat terbatas jika dikaitkan bahwa DPD adalah sebagai lembaga perwakilan yang ditetapkan oleh UUD 1945.

Dalam bidang pengawasan hanya sebatas memberikan masukan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan, tidak ada ketentuan yang mengatur hak DPD untuk meminta keterangan dari pejabat negara, pejabat pemerintah dan lainnya seperti yang diberikan kepada DPR.

Kini setelah cukup lama berselang, keberadaan DPD mulai dievaluasi eksistensinya dalam memenuhi unsur sistem dua kamar parlemen (bikameral) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (*)

Dilaporkan oleh : Syafrial Suger

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *