Dulu Cahaya Lampu Teplok, Kini Disinari Listrik

Dulu Lampu Teplok, Kini Terang-benderang Disinari Listrik
Dulu belajar pakai lampu teplok, sekarang sudah terang benderang.

Pdg.Pariaman, Kurenah.com – Mentari baru saja menghilang ditelan bumi, pijar lampu listrik di pusat keramaian itu perlahan menunjukan kemolekannya dalam rahim malam.

Tak mau kalah bersaing, cahaya pelita-pelita yang terbuat dari kaleng-kaleng bekas yang disebut lampu togok (teplok) pun mulai menari terseok-seok dari salah satu rumah warga di Korong Gumali Bukik Jaring, Nagari Guguak Kuranji Hilir, Kecamatan Sungai Limau, Padang Pariaman.

Rumah tanpa listrik itu dihuni oleh Rasib bersama istrinya, dan dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah tingkat atas, dan jauh dari keramian. Selama 13 tahun keluarga di daerah itu hidup mengunakan lampu teplok.

Pada keluarga itu, senja seolah-olah mengirimkan pesan lain, bersiaplah datangnya gemerlap, seperti hari-hari sebelumnya. Dalam sekejab kampung itu berganti kelam, keluarga itu mulai memasuki bilik mereka untuk menyalakan lampu teplok.

Di saat media berkunjung ke rumah Rasib, dirinya bercerita disaat mentari mulai tenggelam, ia dihadapkan dengan permasalahan penerangan yang dapat menerangi rumah, layaknya seperti orang orang yang dilengkapi dengan listrik.

Baca Juga  Hadiri Undangan Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Bupati Suhatri Bur Usulkan SFV di Padang Pariaman

Miskipun demikian, semangat keluarganya beserta anak-anak yang masih menimba ilmu.

Di bangku sekolah itu tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap belajar dirumah dengan mengunakan lampu togok (teplok).

Kini, keluarga Rasib terharu dengan hadirnya penerangan dari PLN di daerah itu dapat mewujudkan harapan keluarganya. Terang menjadi harapan bagi keluarga tersebut, aliran tenaga listrik adalah sebuah kebutuhan mereka.

“Listrik ini bukan keinginan, tetapi kebutuhan, kami tidak minta lebih, kami meminta karena itu yang dibutuhkan,” sebut Rasib.

Rasip menceritakan kisahnya dan istrinya tengah menanak nasi mengunakan tungku dan bahan bakar dari kayu.

“Sudah tiga belas tahun kami tinggal di sini dan belum pernah merasakan terangnya listrik. Apalagi nonton tv di rumah,” kata Rasip.

Baca Juga  Pusako Tinggi Bawa Petaka, Ibu dan Anak Tewas Dicangkul Pelaku

Jika ingin menonton tv, sebut Rasib, dirinya bersama keluarga pergi ke kedai atau rumah tetangga dengan mengendarai sepeda motor.

“Untuk nonton televisi (tv) saya harus membawa keluarga dengan mengunakan sepeda motor ke rumah tetangga atau kedai,” sebut Rasip.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *